Well perkenalkan, aku Surya, aku
memiliki 2 orang teman yg unik, yg sampai sekarang belum kutemukan lagi. Mereka
adalah Ahmad dan Sahrul. Ahmad adl orang yg pendiam, tenang, dan memiliki
kemampuan berpikir dan berlogika yang sedikit diluar nalar manusia biasa
(hhehe), kalau Sahrul adl orang yg sentiment, terlalu peka dengan keadaan
sekitarnya, punya kemampuan sosialisasi yg paling bagus diantara kita bertiga,
yah dan aku sendiri addl orang yg paling nekat dan diantara kami bertiga, aku
yg punya pengetahuan dalam bidang kelistrikan dan komputasi (IT).
Kami bertiga adl teman sejak
kecil, mulai dari SD sampai SMA kami 1 sekolah, walaupun pas SMA kami beda
jurusan, aku IPA 1, Ahmad IPA 2, dan Sahrul IPS. Dan kami bertiga juga
merupakan salah satu dari sekian banyak tim peneliti SMA kami, walaupun hanya kami
tim yg anggotanya lintas kelas dan jurusan.
Kami bertiga memiliki satu mimpi
yang sama, yaitu berangkat ke Jepang untuk mempelajari perkembangan ilmu disana
sebelum usia kami mencapai 30 tahun. Dan yah, kalau boleh jujur, itu bukan
mimpi kosong! Kami mengusahakan semua yang kami bisa, mulai dari ikut
event-event olimpiade, sampai dengan event karaya penelitian ilmiah. Banyak kegagalan
yang kami terima, sampai suatu hari, mimpi itu akhirnya bisa terwujud. Kami memenangkan
suatu event karya ilmiah nasional dengan hadiah Rp 25 juta. Tentu saja waktu
itu, dana segitu itu sudah cukup untu kami bertiga pulang pergi ke Jepang
selama 4 hari. Saat itu usia kami bertiga 15 tahun (kami orang paling muda
disekolah).
Setelah dana hadiah itu cair,
yang kebetulan bertepatan dengan liburan semester, kami pun berencana membeli
tiket maskapai penerbangan *****. Diperjalanan
(kebetulan kami jalan kaki, toh tidak begitu jauh tempatnya), Sahrul melihat
suatu pemandangan yang mencengangkan. 3 orang berbadan besar (sedikit lebih
besar dari aku, yg notabene anak paling besar diantara kami bertiga) dan 1
orang ibu-ibu berkerudung beserta banyak anak-anak didekatnya. Kami pun melihat
lebih dekat dan mengetahui bahwa mereka sedang berada di depan Yayasan
Yatim-Piatu *****. Samar-samar kami bisa mendengar percakapan diantara mereka.
“ayo bayar hutang kalian, majikan
kami sudah tidak sabar!” kata orang pertama, yg berkumis dan berkepala botak
dengan nada sedikit mengandung kemarahan.
“sabar pak…” kata ibu itu
memelas. “kami belum memiliki dana..” tambahnya lagi
“kalau ndak ada dana ya nda usah
tinggal! Yayasan ini sudah menunggak 23 juta rupiah! Jika tidak dibayar segera
angkat kaki dari sini!” kata orang kedua, badanya hitam dan berkacamata hitam.
Seperti biasa, Sahrul yg terlalu
peka langsung muncul (dan mau tidak mau aku dan Ahmad juga ikut) dan berkata, “he…
janganlah kau ngomong begitu dengan perempuan.”
Tanpa diduga, Sahrul justru
didorong hingga terjatuh, sontak emosiku naik dan nyaris menerjang, tapi Ahmad
dengan tenangnya menahanku.
“masalahnya apa? Pake ribut
segala.” Kata Ahmad dengan nada santainya.
“kau ndak usah ikut-ikut anak
kecil!” kata orang pertama.
Akhirnya, dengan ketenangan
Ahmad, kami mendapatkan informasi yang jelas dari ibu tersebut. Bahwasanya bangunan
yang mereka tempati sekarang ini belum lunas dan masih memiliki tunggakan. Dan Sahrul
pun mengajak rundingan untuk membantu yayasan ini.
Alhasil, kami sepakati bahwa uang
hadiah tadi, kami pakai saja untuk bantu yayasan ini, walaupun harus mengorbankan
mimpi kami.
Singkat cerita, kami bertiga lulus
SMA, dan seperti biasanya, Ahmad mendapat nilai tertinggi diantara kami
bertiga, dan tertinggi ke 3 dari satu sekolah. Kami melanjutkan ke jenjang
pendidikan kami masing-masing. Aku ke bidang Fisika Listrik, Ahmad ke bidang Kedokteran,
dan Sahrul kebidang Ekonomi. Tahun demi tahun berlalu, sampai akhirnya, saat
usia kami sudah mencapai 20 tahun, kami bertiga bertemu di sebuah konvensi
Nasional, dimana ada Event Penelitian juga. Yah, cukup unik, jika biasanya
penelitian antar universitas, timnya dibentuk di universitas tersebut, tetapi
ini lain. Tim peneliti dibentuk secara acak oleh panitia. Dan ajaibnya, kami
bertiga kembali dipertemukan dalam satu tim. Sambil nostalgia kami meneliti. Dan
sekitar 2 bulan kemudian setelah lomba, kami diumumkan menjadi juara dengan
hadiah belajar ke Jepang selama 2 minggu.
Hebat bukan, mimpi kami bertiga
tercapai, dan benar, sebelum usia kami 30 tahun…
“yah… mungkin ini adalah amal
dari bantuan kita keyayasan waktu itu.” Kata Sahrul angkat bicara
“waallahualam broh.” Kataku kemudian
“cukup nikmati aja, and tetap
bersyukur… urusan itu, biar Tuhan yang urus.” Kata Ahmad dengan bijaknya,
sembari menutup pembicaran kami malam itu, di balkon sebuah hotel bintang 5 di
Tokyo.
Inti cerita ini adl jangan
terlalu pusing dan takut bersedekah. Insyaallah pasti dibalas. Dan tak perlu
pula kita mikirin seperti apa balasan Tuhan nanti, tak perlulah pula kita
hitung-hitung dengan “matematika Tuhan”. Biarkan urusan “Matematika Tuhan”
Tuhan yang urus, tak perlu kita apa-apakan. Siapa bilang 10-1=19?? Itu kan
hasil manusia yg mencoba itjihad dengan pikirannya. Bagus memang untuk sebagian
orang, dan bisa memotivasi untuk sedekah… tapi toh bagaimana pembalasan sedekah
itu datangnya dari Tuhan, kita tidak tahu apa-apa mengenai hal itu…
Urusan Tuhan, biarkan Tuhan yang
mengurusnya, kita cukup menjalankan apa yang diperintahkan Tuhan kepada kita…
^_^v
Story Credit: S.Y.S.P
Ps: jangan pikirin orisinalitasnya,
ambil apa yg bisa kalian ambil dari cerita itu amigo… hehe