“Menggantungkan
jawaban pada Tuhan adalah keharusan, tapi apakah hal ini mampu menjadi solusi,
atau hanya berfungsi sebagai symbol ketidakberdayaan kita?”
Pagi itu, sekitar pukul
10.00 wib, di ruang ball room salah
satu hotel berbintang di Jakarta Pusat. Ruangan itu ramai dipenuhi laki-laki
dengan baju koko dan perempuan berkerudung. Ternyata orang-orang itu sedang
menghadiri pengajian yang baru pertama kali diselenggarakan untuk mereka yg
memiliki profesi sebagai pekerja dunia malam. Sebagian besar pesertanya adalah
kaum hawa.
Jumlah peserta yang
hadir saat itu kira-kira 500-600 orang, ada yang bekerja sebagai pemandu lagu
di ditempat seperti ini? Ternyata kehadiran mereka tidak lepas dari upaya
seorang pimpinan lembaga penegak hokum diwilayah sawah besar.
Sosok ini memang
sedikit unik. Salah satu program pembinaan yg dilakukan dalam masyarakat adalah
pembinaan dalam bentuk pengajian. Yah tentu saja tidak sulit bagi pimpinan
untuk mengarahkan binaannya (dalam hal ini para pekerja tadi) untuk hadir dalam
pengajian, karena jelas dia memiliki kekuasaan.
Mungkin, inilah yang disebut dengan “mengubah dengan tangan atau kekuasaan”.
Nah, acara tersebut
berisi hiburan bernuansa religious. Dengan suasana humor tapi serius namun juga
santai, acara berjalan khidmat dan diakhiri dengan muhasabah yang dibawakan
oleh salah satu uztas terkenal negeri ini. Sebagai rasa syukur atas kehadiran
peserta dalam acara pengajian tersebut, penyelanggara menghadiahkan door prize berupa 4 buah tiket ibadah
umroh ke tanah suci.
Alhamdulillah… sesuatu
yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Pekerja dunia malam, yang notabene
bekerja dengan dunia abu-abu yang lebih dekat kehitamnya daripada keputihnya,
berkesempatan untuk umroh. Dalam dialog antara MC dengan salah seorang peserta
yang mendapatkan hadiah ini terekam percakapan berikut:
“mbak… bagaimana
perasaannya karena telah mendapatkan hadiah umroh?” yang ditanya pun hanya bisa
diam. Dia tidak percaya kalau tiket umroh sudah berada ditangannya. Dia tertunduk,
matanya mulai berkaca-kaca dan tak kuasa menahan air mata. Ternyata Allah SWT
memberikan kesempatan kepada seorang hamba yang setiap hari berbuat dosa untuk dating
ke tanah suci. Apa pantas dia berangkat kesana? Sekali lagi MC bertanya:
“Maaf mbak… silakan
mbak menyampaikan sesuatu.”
Kemudian dia meraih mic dari tangan MC. Dengan suara lirih,
dia menyampaikan kalimat: “Alhamdulillah… terimakasih kepada pihak
penyelenggara yang sudah memberikan saya kesempatan untuk pergi umroh. Terus terang,
saya bukanlah orang yang layak untuk kesana. Masih ada orang yang lebih layak
daripada saya. Izinkan saya memberikan hadiah umroh ini kepada kakak saya yang
lebih pantas berangkat kesana…”
“lhoh kenapa begitu
mbak? Apakah nggak sebaiknya mbak tukarkan hadiah ini dengan uang tunai?” si MC
bertanya balik.
“nggak mas… Tuhan sudah
memberikan kesempatan kepada kakak saya, yang sudah rindu sekali ingin pergi ke
tanah suci. Inilah satu-satunya cara saya untuk bisa berbuat baik kepada kakak
saya, dari uang yang 100% halal.”
Dari dialog
tersebut,dapat dilihat bahwa dengan ketulusan hati, seseorang yang “kotor” ternyata berani mengakui “kekotorannya”
dan dengan ikhlas memberikan kesempatan kepada orang lain untuk dekat dengan
Tuhannya. Sementara dirinya bergelimang dosa, dia masih memberikan kesempatan
kapada saudaranya untuk menikmati kedekatan dengan saudaranya untuk menikmati
kedekatan dengan Tuhannya.
Apakah setelah
pengajian itu selesai, semua itu sirna begitu saja, tersingkirkan oleh
rutinitas dunia mereka??? Ternyata 2 hari setelah acara tersebut, sekitar 200
orang datang menghadap ke pimpinan tersebut. Untuk apa? Bukan untuk berdemo,
tetapi untuk meminta dicarikan pekerjaan baru diluar dunia malam mereka. Ternyata
pengajian ini berbuah kesadaran… walaupun pada akhirnya hanya sebanyak 80 orang
yg mendapatkan pekerjaan, selebihnya terpakasa kembali kepekerjaan mereka.
Ternyata… pekerjaan di
dunia malam bukanlah satu-satunya tempat bekerja. Mereka ingin bekerja di
tempat YANG LEBIH BAIK! Nah sekarang
untuk kita yang sudah mapu, mampukah kita membuka alternative dunia kerja??? Atau
kita lebih suka menghujat, mencerca, mencaci, atau mengobrak-abrik tempat kerja
mereka TANPA MAMPU memberikan alternative pekerjaan yg lebih baik???
Atau malah kita hanya
bersikan MASA BODO, dan membiarkan
mereka menggantungkan harapan BAHWA
TUHAN TIDAK AKAN PERNAH MENELANTARKAN HAMBANYA YG SERIUS MENCARI PEKERJAAN YANG
HALAL, tanpa memikirkan pekerjaan halal seperti apa lagi yg bisa mereka
kerjakan? Menggantungkan jawaban pada Tuhan adalah keharusan, tapi apakah hal
ini mampu menjadi solusi, atau hanya berfungsi sebagai symbol ketidakberdayaan
kita? Wallahu’alam
(Manajeman Dosa, Agus Idwar... oleh D'shaga Yoga, dengan pengubahan seperlunya)
0 comments:
Posting Komentar