Pages

Senin, 31 Desember 2012

Mengubah Dengan Tangan



“Menggantungkan jawaban pada Tuhan adalah keharusan, tapi apakah hal ini mampu menjadi solusi, atau hanya berfungsi sebagai symbol ketidakberdayaan kita?”


Pagi itu, sekitar pukul 10.00 wib, di ruang ball room salah satu hotel berbintang di Jakarta Pusat. Ruangan itu ramai dipenuhi laki-laki dengan baju koko dan perempuan berkerudung. Ternyata orang-orang itu sedang menghadiri pengajian yang baru pertama kali diselenggarakan untuk mereka yg memiliki profesi sebagai pekerja dunia malam. Sebagian besar pesertanya adalah kaum hawa.
Jumlah peserta yang hadir saat itu kira-kira 500-600 orang, ada yang bekerja sebagai pemandu lagu di ditempat seperti ini? Ternyata kehadiran mereka tidak lepas dari upaya seorang pimpinan lembaga penegak hokum diwilayah sawah besar.
Sosok ini memang sedikit unik. Salah satu program pembinaan yg dilakukan dalam masyarakat adalah pembinaan dalam bentuk pengajian. Yah tentu saja tidak sulit bagi pimpinan untuk mengarahkan binaannya (dalam hal ini para pekerja tadi) untuk hadir dalam pengajian, karena jelas dia memiliki kekuasaan. Mungkin, inilah yang disebut dengan “mengubah dengan tangan atau kekuasaan”.
Nah, acara tersebut berisi hiburan bernuansa religious. Dengan suasana humor tapi serius namun juga santai, acara berjalan khidmat dan diakhiri dengan muhasabah yang dibawakan oleh salah satu uztas terkenal negeri ini. Sebagai rasa syukur atas kehadiran peserta dalam acara pengajian tersebut, penyelanggara menghadiahkan door prize berupa 4 buah tiket ibadah umroh ke tanah suci.
Alhamdulillah… sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Pekerja dunia malam, yang notabene bekerja dengan dunia abu-abu yang lebih dekat kehitamnya daripada keputihnya, berkesempatan untuk umroh. Dalam dialog antara MC dengan salah seorang peserta yang mendapatkan hadiah ini terekam percakapan berikut:
“mbak… bagaimana perasaannya karena telah mendapatkan hadiah umroh?” yang ditanya pun hanya bisa diam. Dia tidak percaya kalau tiket umroh sudah berada ditangannya. Dia tertunduk, matanya mulai berkaca-kaca dan tak kuasa menahan air mata. Ternyata Allah SWT memberikan kesempatan kepada seorang hamba yang setiap hari berbuat dosa untuk dating ke tanah suci. Apa pantas dia berangkat kesana? Sekali lagi MC bertanya:
“Maaf mbak… silakan mbak menyampaikan sesuatu.”
Kemudian dia meraih mic dari tangan MC. Dengan suara lirih, dia menyampaikan kalimat: “Alhamdulillah… terimakasih kepada pihak penyelenggara yang sudah memberikan saya kesempatan untuk pergi umroh. Terus terang, saya bukanlah orang yang layak untuk kesana. Masih ada orang yang lebih layak daripada saya. Izinkan saya memberikan hadiah umroh ini kepada kakak saya yang lebih pantas berangkat kesana…”
“lhoh kenapa begitu mbak? Apakah nggak sebaiknya mbak tukarkan hadiah ini dengan uang tunai?” si MC bertanya balik.
“nggak mas… Tuhan sudah memberikan kesempatan kepada kakak saya, yang sudah rindu sekali ingin pergi ke tanah suci. Inilah satu-satunya cara saya untuk bisa berbuat baik kepada kakak saya, dari uang yang 100% halal.”
Dari dialog tersebut,dapat dilihat bahwa dengan ketulusan hati, seseorang yang  “kotor” ternyata berani mengakui “kekotorannya” dan dengan ikhlas memberikan kesempatan kepada orang lain untuk dekat dengan Tuhannya. Sementara dirinya bergelimang dosa, dia masih memberikan kesempatan kapada saudaranya untuk menikmati kedekatan dengan saudaranya untuk menikmati kedekatan dengan Tuhannya.
Apakah setelah pengajian itu selesai, semua itu sirna begitu saja, tersingkirkan oleh rutinitas dunia mereka??? Ternyata 2 hari setelah acara tersebut, sekitar 200 orang datang menghadap ke pimpinan tersebut. Untuk apa? Bukan untuk berdemo, tetapi untuk meminta dicarikan pekerjaan baru diluar dunia malam mereka. Ternyata pengajian ini berbuah kesadaran… walaupun pada akhirnya hanya sebanyak 80 orang yg mendapatkan pekerjaan, selebihnya terpakasa kembali kepekerjaan mereka.

Ternyata… pekerjaan di dunia malam bukanlah satu-satunya tempat bekerja. Mereka ingin bekerja di tempat YANG LEBIH BAIK! Nah sekarang untuk kita yang sudah mapu, mampukah kita membuka alternative dunia kerja??? Atau kita lebih suka menghujat, mencerca, mencaci, atau mengobrak-abrik tempat kerja mereka TANPA MAMPU memberikan alternative pekerjaan yg lebih baik???
Atau malah kita hanya bersikan MASA BODO, dan membiarkan mereka menggantungkan harapan BAHWA TUHAN TIDAK AKAN PERNAH MENELANTARKAN HAMBANYA YG SERIUS MENCARI PEKERJAAN YANG HALAL, tanpa memikirkan pekerjaan halal seperti apa lagi yg bisa mereka kerjakan? Menggantungkan jawaban pada Tuhan adalah keharusan, tapi apakah hal ini mampu menjadi solusi, atau hanya berfungsi sebagai symbol ketidakberdayaan kita? Wallahu’alam

(Manajeman Dosa, Agus Idwar... oleh D'shaga Yoga, dengan pengubahan seperlunya)

READ MORE - Mengubah Dengan Tangan

Need a Translate?

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Popular Posts